Senin, 09 Juni 2014

RESUME PRESENTASI KELOMPOK 3 (Forest fire monitoring)

Resume Kelompok 3 “Forest Fire Monitoring (Pengendalian Kebakaran Hutan)”

Kebakaran hutan Riau sudah mencapai 1,7 juta-2 juta hektar berdasarkan data dari badan pusat statisti provinsi riau 2010 bahwa luas areal perkebunan sawit dari tahun 2005 sampai dengan 2009 adalah sebagai berikut, pada tahun 2005 jumlah areal perkebunan kelapa sawit 1.424. 814 dan pada tahun 2009 1.911.113. Artinya dalam sebelas tahun terakhir pertumbuhan luas lahan sawit mencapai 1 juta.
Sepanjang 2014 Satelit "National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)" 18 milik Amerika Serikat yang dioperasikan Singapura merekam keberadaan 2.525 titik panas (hotspot) di daratan Provinsi Riau. Menurut data instansi yang ada di indonesia titik panas yaitu sekitar 1089 (hotspot). Dimana sepanjang bulan Februari yang paling banyak yaitu berada di Kabupaten Bengkalis yakni mencapai 522 titik.. Data BPBD juga menguraikan untuk sepanjang 2014 jumlah titik panas yang berhasil direkam NOAA 18 ada sebanyak 2.525 titik tersebar di selruh kabupaten/kota di Riau. Terbanyak yakni pada Februari dengan 1.272 titik dan pada Maret terdeteksi 1.122 titik. Sementara pada Januari dan April NOAA mendeteksi kemunculan masing-masing 50 "hotspot" dan pada Mei masih terekam 1.222 titik.  Untuk itu ada beberapa cara untuk menanggulanginya yaitu:
1.     Mapping : Pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang biasa digunakan adalah 3 cara berikut:
  Pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun hasil prediksi
  Pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
  Pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2.     Sistem Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
  Analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
  Pengolahan data hasil pengintaian petugas
3.     Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure)
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
  Metode pelaporan      
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya  data yang berkaitan dengan kebakaran hutan.
  Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan
  Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi.
4.     Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi dua, yaitu :
  Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati.
Pemantauan tertutup (intelejen) :       
Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup

  Pemantauan aktif        
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :       
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan).      
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar