Resume
Kelompok 3 “Forest Fire Monitoring (Pengendalian Kebakaran Hutan)”
Kebakaran hutan Riau sudah mencapai 1,7 juta-2 juta hektar
berdasarkan data dari badan pusat statisti provinsi riau 2010 bahwa luas areal
perkebunan sawit dari tahun 2005 sampai dengan 2009 adalah sebagai berikut,
pada tahun 2005 jumlah areal perkebunan kelapa sawit 1.424. 814 dan pada
tahun 2009 1.911.113. Artinya dalam sebelas tahun terakhir pertumbuhan luas
lahan sawit mencapai 1 juta.
Sepanjang 2014 Satelit
"National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)" 18 milik
Amerika Serikat yang dioperasikan Singapura merekam keberadaan 2.525 titik
panas (hotspot) di daratan Provinsi Riau. Menurut data instansi yang ada di
indonesia titik panas yaitu sekitar 1089 (hotspot). Dimana sepanjang bulan
Februari yang paling banyak yaitu berada di Kabupaten Bengkalis yakni mencapai
522 titik.. Data BPBD juga menguraikan untuk sepanjang 2014 jumlah titik panas
yang berhasil direkam NOAA 18 ada sebanyak 2.525 titik tersebar di selruh
kabupaten/kota di Riau. Terbanyak yakni pada Februari dengan 1.272 titik dan
pada Maret terdeteksi 1.122 titik. Sementara pada Januari dan April NOAA
mendeteksi kemunculan masing-masing 50 "hotspot" dan pada Mei masih
terekam 1.222 titik. Untuk itu ada
beberapa cara untuk menanggulanginya yaitu:
1. Mapping : Pembuatan peta kerawanan
hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan
berbagai cara, namun yang biasa digunakan adalah 3 cara berikut:
Pemetaan daerah rawan yang dibuat
berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun hasil prediksi
Pemetaan daerah rawan yang dibuat
seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
Pemetaan daerah rawan dengan
menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2. Sistem Informasi : penyediaan sistem
informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
Analisis kondisi ekologis, sosial, dan
ekonomi suatu wilayah
Pengolahan data hasil pengintaian
petugas
3. Standardisasi : pembuatan dan
penggunaan SOP (Standard Operating Procedure)
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan.
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan.
Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan
Peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan
Metode Pelatihan untuk Penanganan
Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan
kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran
hutan yang terjadi.
4. Supervisi : pemantauan dan pengawasan
kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. pemantauan berkaitan
langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil
olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi
menjadi dua, yaitu :
Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan
cara mengamati langsung objek yang diamati.
Pemantauan tertutup (intelejen) :
Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup
Pemantauan tertutup (intelejen) :
Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup
Pemantauan aktif
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan).
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan).
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar